Thursday, November 29, 2018

CERITA YANG TERBUNUH


Di pelupuk mataku
Ada goresan rindu untuk bicara padamu
Aku berhasil menciptakan jarak
Namun, aku gagal dalam usaha melupakan


Pada seutas malam, aku bicara
Mengabarkan duka yang mungkin kusebut sebagai suka
Yang kusadari selanjutnya harus kupendam jika ia harus tewas dengan segera
Bagimu mungkin biasa saja
Tapi bagiku sia-sia
Jika harus menumbuhkembangkan untuk kemudian dibinasakan

Bukan perkara yang penting tumbuh
Tapi ini perkara menjaga keberhargaan agar tetap utuh
Maka harus segera kau putuskan
Atau aku akan mengambil tindakan
Biar saja aku menjadi tersangka
Dalam pembunuhan cerita yang ingin dimulai baru saja
Karena bagiku sia-sia
Jika belum jelas akhir jalannya
Lebih baik ditewaskan saja
Daripada hidup untuk akhir yang belum terpikir

30 November 2018

Monday, November 19, 2018

TINTA KATA UNTUK AYAHANDA


Kutuliskan kekagumanku pada sajak puisiku
Di atas lembaran rasa yang digores tinta kata
Kutuangkan terima kasihku untuk segenap perhatianmu
Yang selalu kueja di meja pemahamanku
Kukan coba memahami caramu mengasihiku pada setiap lembar usiaku
Melalui diskusi perdebatanku denganmu
Melalui perseberangan paradigma yang selalu coba kau jelaskan
Ayah, kasih yang tercurah tanpa kata pun sepatah
Maafkan jika kepedulianmu sering kuanggap sebagai teguran kebencian
Aku adalah anak perempuanmu yang mencenderungi kelembutan
Maafkan karena ketegasanmu seringkali kusalahartikan
Terima kasihku untuk untaian kesabaran pada setiap penjelasan
Yang sering kutelan mentahan menjadi sepucuk kesangsian
Padamu Ayah, aku seringkali merasa bersalah
Atas praduga dan prasangka
Karena caramu yang tak sesuai inginku
Untukmu Ayah, jadilah akar keteguhan hatiku
Agarku jadi perempuan yang tak mudah patah
Menjadi muara bijak dalam setiap masalah
Semoga puisi ini sampai pada sanubarimu, dari anak perempuanmu

13 November 2018